Tanjungpinang, jendelakepri.com – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) terus menunjukkan komitmennya dalam membangun kesadaran hukum di tengah masyarakat. Lewat program andalan, Pembinaan Masyarakat Taat Hukum (BINMATKUM), Kejati Kepri kembali menggelar kegiatan Penerangan Hukum dengan tema “Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).”
Kegiatan ini berlangsung di Kantor Kecamatan Tanjungpinang Kota pada Jumat (25/7/2025), dan dipimpin langsung oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kepri, Yusnar Yusuf, yang juga tampil sebagai narasumber utama.
Dihadiri oleh sekitar 60 peserta dari berbagai elemen mulai dari camat, lurah, Babinsa, Bhabinkamtibmas, pengurus PKK, tokoh masyarakat, hingga warga sekitar acara ini menjadi ruang edukasi yang penting di tengah maraknya kasus perdagangan orang.
Dalam pemaparannya, Yusnar menjelaskan bahwa TPPO merupakan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa yang bersifat lintas negara dan kerap melibatkan sindikat internasional. Korbannya pun mayoritas berasal dari kelompok rentan, terutama perempuan dan anak-anak.
“Perdagangan orang adalah bentuk perbudakan modern. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga luka kemanusiaan,” tegas Yusnar penuh empati.
Ia menjabarkan berbagai modus yang umum terjadi, seperti eksploitasi seksual, kerja paksa, pengantin pesanan, hingga penjualan organ tubuh. Bahkan, perekrutan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal dan penculikan anak jalanan juga kerap menjadi pintu masuk ke dalam jaringan TPPO.
Kepri Masuk Daerah Rawan TPPO
Provinsi Kepulauan Riau sendiri disebut sebagai wilayah yang cukup rawan menjadi titik awal maupun transit TPPO, mengingat posisinya yang strategis dan berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura.
“Tahun 2024, Kepri termasuk dalam 10 besar provinsi penyumbang korban TPPO di Indonesia,” ungkap Yusnar.
Berbagai faktor turut melatarbelakangi maraknya kasus ini, mulai dari kemiskinan, rendahnya pendidikan, minimnya lapangan pekerjaan, hingga tingginya permintaan tenaga kerja murah dari luar negeri.
Untuk menghadapi kejahatan yang kompleks ini, Yusnar menegaskan perlunya kerja sama lintas sektor. Mulai dari edukasi masyarakat, penguatan regulasi, pemberdayaan ekonomi, hingga pengawasan terhadap agen tenaga kerja ilegal.
Sementara itu, aspek penindakan juga tak kalah penting — yakni melalui penegakan hukum yang tegas, perlindungan korban yang komprehensif, serta kerja sama dengan lembaga nasional dan internasional.
“Perang melawan TPPO tak bisa dijalankan sendirian. Ini harus menjadi gerakan bersama semua pihak — pemerintah, masyarakat, hingga komunitas internasional,” ujarnya.
Di akhir penyuluhan, Yusnar mengajak seluruh peserta untuk aktif berpartisipasi dalam upaya pencegahan, termasuk dengan cara melaporkan dugaan TPPO, menyebarkan informasi edukatif, serta menjaga lingkungan sosial dari potensi perekrutan ilegal. (*)