Tanjungpinang, jendelakepri.com – Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau bersama Ombudsman Republik Indonesia menandatangani Nota Kesepakatan dan Rencana Kerja dalam rangka memperkuat penyelenggaraan pelayanan publik di Aula Wan Seri Beni, Tanjungpinang, Senin (15/9), dilakukan oleh Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, dan Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad. Penandatanganan ini juga disaksikan oleh pimpinan Ombudsman RI Jemsly Hutabarat dan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Lagat Siadari.
Kesepakatan ini diikuti seluruh bupati/walikota se-Kepri, serta Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) dan Universitas Internasional Batam (UIB). Adapun cakupan kerja sama meliputi pencegahan maladministrasi pelayanan publik, percepatan penyelesaian laporan masyarakat, pertukaran data dan informasi, sosialisasi dan diseminasi, hingga peningkatan kapasitas SDM.
Dalam sambutannya, Gubernur Ansar Ahmad menekankan pentingnya sinergi lintas lembaga untuk memastikan pelayanan publik berjalan prima. “Saya mengajak para bupati dan walikota untuk terus berkomitmen memberikan pelayanan terbaik. Layanan publik harus efektif, profesional, dan berkeadilan. Ketika kita menanam kebaikan, maka masyarakat akan memberi umpan balik yang baik pula bagi kita semua,” ujarnya.
Ansar juga mengapresiasi capaian Kepri yang pada 2024 berhasil meraih zona hijau penilaian kepatuhan pelayanan publik dari Ombudsman. Menurutnya, capaian ini menjadi motivasi agar pemerintah daerah semakin konsisten meninggalkan praktik maladministrasi. “Mari jadikan predikat ini sebagai referensi dan semangat untuk meningkatkan kualitas layanan di masa depan,” tambahnya.
Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, menyampaikan bahwa lahirnya Provinsi Kepri tak lepas dari semangat mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat. Ia menilai komitmen bersama ini relevan dengan arah kebijakan nasional di era Presiden Prabowo Subianto, terutama dalam mewujudkan tata kelola pelayanan publik yang bersih dan akuntabel. “Hadirnya negara harus benar-benar dirasakan, dari tingkat provinsi hingga desa. Nota kesepakatan ini adalah wujud koordinasi dan sinergi kita dalam mempercepat penyelesaian laporan masyarakat serta mencegah praktik maladministrasi,” kata Najih.
Materi FGD yang dipaparkan Najih turut menekankan bahwa tata kelola pelayanan publik adalah kunci keberhasilan Asta Cita Pemerintahan Prabowo–Gibran, khususnya agenda reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi. Ombudsman mengingatkan bahwa maladministrasi dalam bentuk penyalahgunaan wewenang, diskriminasi, dan kelalaian hukum bukan hanya merusak citra pemerintah daerah, tetapi juga berdampak pada ketimpangan sosial, konflik, hingga melemahkan pertumbuhan ekonomi .
Selain itu, Najih menyoroti pentingnya monitoring regulasi, pemanfaatan teknologi informasi untuk pengelolaan pengaduan masyarakat, serta budaya partisipasi publik dalam pengawasan layanan. Dengan demikian, pelayanan publik tidak hanya menjadi kewajiban birokrasi, melainkan juga hak masyarakat yang harus terus diperjuangkan.
Kerja sama dengan UMRAH dan UIB turut membuka ruang kolaborasi akademik, mulai dari riset, pengabdian masyarakat, hingga gagasan inovatif untuk mendorong lahirnya model pelayanan publik yang adaptif dan inklusif.
Penandatanganan nota kesepakatan ini sekaligus menegaskan komitmen bersama untuk menjaga prinsip imparsialitas, transparansi, serta check and balances antara pemerintah dan lembaga pengawas eksternal. Dengan sinergi ini, pelayanan publik di Kepulauan Riau diharapkan semakin berkualitas, responsif, dan mampu menjawab tantangan masyarakat di daerah kepulauan. (*)