Batam, Jendelakepri.com: Kuasa hukum kapten kapal KM Rizki Laut IV, MF, menyatakan keberatan terhadap proses penangkapan dan penyitaan yang dilakukan oleh Tim Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Kepulauan Riau.
Agustinus Nahak, selaku kuasa hukum, menilai tindakan aparat dalam operasi tersebut tidak sesuai prosedur hukum dan melanggar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Peristiwa ini bermula, Rabu (29/5/2025) lalu, saat KM Rizki Laut IV tengah berlayar rutin dari Tanjung Uncang menuju perairan Kabil. Sekitar pukul 01.00 WIB, kapal diklaim telah menyelesaikan kegiatannya dan tengah kembali menuju pelabuhan. Namun, di tengah perairan Tanjungundap, kapal disebut secara tiba-tiba dihentikan oleh sebuah speedboat sipil bermesin ganda 200 PK yang mengangkut lima pria bersenjata laras panjang.
“Bahkan, tanpa menunjukkan surat tugas maupun surat perintah penangkapan, para petugas langsung memborgol awak kapal dan menodongkan senjata sambil berteriak agar tidak melawan,” ujar Agustinus, Senin (2/6/2025).
Lebih lanjut, ia menyebut seluruh telepon genggam milik awak kapal disita tanpa berita acara. Bahkan, kapal disebut sempat dialihkan paksa ke jalur perairan dangkal karena kondisi air laut surut, hingga akhirnya kandas di pasir meski tidak mengalami kerusakan serius.
Sekitar pukul 11.30 WIB, KM Rizki Laut IV dibawa ke Dermaga Mako Polairud Polda Kepri. Pemeriksaan terhadap dua awak kapal dan kapten dilakukan di aula selama hampir 12 jam. Dua awak dipulangkan, sementara sang kapten langsung ditahan. Namun, surat penangkapan disebut baru diberikan kepada keluarga kapten setelah proses berlangsung.
Agustinus juga menyoroti penyitaan 11.120 liter bahan bakar minyak (BBM) dari dalam kapal yang dilakukan pada 30 Mei. Penyitaan dilakukan tanpa kehadiran kapten kapal dan tanpa berita acara, yang menurutnya melanggar Pasal 38 dan 39 KUHAP. Barang bukti tersebut kemudian disimpan di gudang milik PT Rizki Barokah Madani, bukan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) sebagaimana mestinya.
“SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) baru dikirim ke kejaksaan pada 31 Mei, namun hingga kini belum ada salinan resmi yang diterima oleh pihak keluarga,” tambah Agustinus.
Ia menilai, tidak terdapat unsur tangkap tangan dalam kasus ini. Selain itu, tidak ditemukan minyak tumpah, kerusakan lingkungan, maupun korban jiwa dalam aktivitas kapal tersebut.
Agustinus mengutip Putusan Praperadilan No.32/Pid.Prap/2013/PN.JKT.SEL yang menyatakan penangkapan tanpa surat perintah adalah tidak sah. Ia juga mengacu pada yurisprudensi lain terkait penyitaan yang dilakukan tanpa prosedur sah, yang membuat barang bukti menjadi tidak sah menurut hukum.
“Tidak terpenuhinya Surat Persetujuan Berlayar (SPB) seharusnya tidak otomatis dikriminalisasi jika tidak menimbulkan kerugian atau kelalaian yang fatal,” tegasnya.
Penahanan yang dilakukan pada hari libur nasional, yakni Hari Raya Waisak 29 Mei, juga turut dipermasalahkan. Ia menilai tindakan tersebut cacat secara prosedural, karena tidak ada kondisi darurat yang membenarkan proses hukum pada hari libur.
Atas sejumlah kejanggalan tersebut, pihak kuasa hukum berencana mengajukan gugatan praperadilan untuk membatalkan status tersangka MF serta menyatakan penyitaan barang bukti tidak sah menurut hukum. Mereka juga mendesak Divisi Propam Mabes Polri dan Kompolnas RI untuk turun tangan mengaudit proses penyidikan.
“Proses ini tidak hanya cacat hukum, tetapi juga berpotensi membuka ruang kriminalisasi terhadap kegiatan pelayaran yang sebenarnya tunduk pada aturan administratif,” pungkas Agustinus.
Bahwa benar, pada Kamis 29 Mei 2025 (dini hari) telah diamankan 1 (satu) Unit Kapal Kayu Warna Abu – abu tua lis Biru, berdasarkan surat Ukur Nomor: 216/ PPq tanggal 24 Desember 2004 yang dikeluarkan oleh Dirjen Perhubla Ub. Kepala Kantor administrator Pelabuhan di Kijang dengan Nama Kapal KM. Rizki Laut-IV yang bermuatan BBM Jenis Solar di awaki oleh 1 Orang Nahkoda dan 3 Orang ABK.
Proses penangkapan bermula dari keluhanan masyarakat, pelaku usaha Hilir Migas serta pemiliik ijin Usaha Niaga BBM yang resmi bahwa maraknya pelaku usaha migas yang menjual BBM dibawah harga yang telah ditentukan pemerintah bagi Industri.
Perihal tersebut juga merugikan Negara karena selaras dengan apa yang di keluhkan oleh Pemerintah melalui Bapenda Kepri tentang rendahnya pemasukan Pajak di Bidang Niaga BBM khusus Pajak Bahan Bakar untuk Kendaraan Bermotor.
Ditreskrimsus Polda Kepri melakukan pemantauan jalur distribusi BBM dari hulu ke hilir maupun sebaliknya, kemudian tim menemukan Kapal tersebut berlayar tanpa dilengkapi Surat Persetujuan Berlayar yang dikeluarkan oleh Syahbandar yang bermuatan BBM Jenis Solar.
Saat ini Nahkoda Kapal (Sdr. MF) telah diamankan di Polda Kepri untuk dilakukan pemeriksaan lanjut serta mengumpulkan Barang Bukti guna menentukan pertanggung Jawaban Hukum nya. Dari hasil pemeriksaan sementara Pemilik Kapal dan BBM Jenis Solar ialah AS, dan Nahkoda bekerja atas perintah DN. Untuk Kapal di titip di Dermaga Ditpolairud Polda Kepri di Sekupang selama proses pemeriksaan.***