Ekbis  

Transisi Bersih Dukung Penerapan Pajak Ekspor Batu Bara: Sekali Dayung, Dua Pulau Terlampaui

Transisi Bersih Dukung Penerapan Pajak Ekspor Batu Bara. (F. Ist)

Jakarta, jendelakepri.com – Pemerintah berencana menerapkan bea keluar atau pajak ekspor untuk produk batu bara mulai 2026. Hingga saat ini, besaran tarif yang akan diberlakukan masih belum diumumkan. Pemerintah menyatakan kebijakan ini akan mempertimbangkan perkembangan harga dan keekonomian batu bara dalam beberapa bulan ke depan.

Lembaga riset Transisi Bersih, yang fokus pada percepatan transisi energi bersih di Indonesia, menyambut baik langkah ini. Menurut lembaga tersebut, pajak ekspor sebaiknya ditetapkan pada tingkat yang material, bukan sekadar formalitas, agar mampu memberikan tambahan penerimaan signifikan bagi negara.

Direktur Eksekutif Transisi Bersih, Abdurrahman Arum, menjelaskan bahwa lembaganya merekomendasikan tarif awal sebesar 5–11 persen dari nilai ekspor batu bara. Dengan kisaran tarif tersebut, potensi tambahan pendapatan pemerintah diperkirakan mencapai Rp30–50 triliun pada tahun pertama implementasi, tergantung pada harga pasar batu bara saat kebijakan mulai berlaku.

“Dengan tarif ekspor 5–11 persen, potensi penerimaan negara bisa mencapai hingga 50 triliun rupiah. Angka ini cukup signifikan untuk memperkuat posisi fiskal negara tanpa menimbulkan beban berlebihan pada industri,” ujar Rahman.

Rahman menambahkan, usulan penerapan bea keluar batu bara telah tercatat dalam Laporan Panitia Kerja Penerimaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025 DPR RI tanggal 7 Juli 2025. Dalam laporan tersebut, DPR mendorong pemerintah memperluas basis penerimaan negara melalui pengenaan bea keluar terhadap produk emas dan batu bara.

Lebih lanjut, Transisi Bersih menilai bahwa apabila kebijakan ini berjalan dengan baik, tarif ekspor dapat dinaikkan secara bertahap hingga mencapai 30 persen. Ketika sudah berada pada level tersebut, pajak ekspor berpotensi menggantikan kebijakan domestic market obligation (DMO), yaitu kewajiban eksportir untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dengan harga maksimal 70 dolar AS per ton.

“Dengan tarif ekspor 30 persen dan dengan harga pasar rata-rata 100 dolar per ton, eksportir akan menerima harga bersih setara 70 dolar per ton. Artinya, di rata-rata harga internasional 100 dolar per ton, eksportir akan terima bersih 70 dolar. Ini akan membuat harga domestik akan otomatis menyesuaikan dan berada di kisaran angka itu tanpa perlu kebijakan DMO. Karena bagi pengusaha batu bara, ekspor dengan harga 100 dolar dan jual domestik dengan harga 70 dolar yang mereka terima sama saja.” papar Rahman.

Menurut Transisi Bersih, kebijakan pajak ekspor bukan hanya memberikan pendapatan tambahan bagi negara, tetapi juga menciptakan efek diferensiasi harga, yaitu menurunkan harga domestik dan menyeimbangkan pasar internasional.

“Ke depan, Indonesia tidak lagi memerlukan DMO. Dengan tarif ekspor yang cukup, pasar akan menyesuaikan secara alami, kebutuhan dalam negeri tetap terpenuhi dengan harga terjangkau, dan negara memperoleh bonus penerimaan tambahan. Sekali dayung, dua pulau terlampaui,” kata Rahman. (*)