Batam, jendelakepri.com – Menang lelang rumah dan lahan warga Sekupang malah dibikin pusing. Hal ini dialami Wahyu, warga Sekupang , Kota Batam, yang merasa dirugikan setelah memenangkan lelang rumah dan tanah di Perumahan Delta Vila Blok 02 Nomor 1, Sekupang. Objek lelang yang awalnya dijanjikan berupa rumah dan tanah, ternyata di lapangan hanya berupa lahan kosong.
Wahyu menjelaskan, sebelum lelang ia sempat meninjau lokasi bersama rekannya. Berdasarkan denah dan informasi dari pihak terkait, objek yang dilelang adalah rumah dan tanah dengan luas sekitar 168 meter persegi. Keyakinannya semakin kuat setelah berkomunikasi dengan pihak pengacara Bank BNI yang memastikan bahwa objek lelang mencakup bangunan dan tanah.
“Dua hari sebelum lelang, tim pengacara turun langsung memastikan tanah dan bangunan. Mereka pastikan objeknya rumah dan tanah seluas 168 meter persegi. Karena itu saya berani ikut lelang,” ujar Wahyu, Selasa (2/9).
Ia kemudian memenangkan lelang dengan nilai Rp164 juta. Namun saat proses eksekusi, Wahyu menghadapi masalah. Penghuni yang menempati rumah menolak keluar, hingga akhirnya diketahui bahwa yang dilelang sebenarnya hanya tanah kosong.
“Terakhir eksekusi di lapangan baru ketahuan, memang tanah kosong seluas 168 meter persegi. Saya kembali ke pihak pengacara Bank, tapi mereka tetap ngotot bahwa itu rumah dan tanah. Padahal jelas berbeda dengan kenyataan,” katanya dengan nada kecewa.
Untuk memperkuat keluhannya, Wahyu turut menunjukkan sejumlah dokumen, mulai dari risalah lelang, sertifikat, hingga bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
“Semua surat-surat sudah lengkap, tapi di lapangan justru berbeda. Saya jelas merasa dirugikan,” tegasnya.
Menurut keterangan Bank, lelang ini sudah melalui proses panjang lebih dari dua tahun, termasuk appraisal, aanmaning di Pengadilan Negeri, hingga verifikasi di BPN. Pihak debitur lama bahkan sudah dua kali dipanggil untuk menghadiri proses aanmaning, tetapi tidak pernah hadir.
Masalah lain muncul ketika Wahyu mengurus risalah lelang. Setelah melunasi PBB dan BPHTB, dokumen risalah baru terbit setelah lebih dari sebulan. Dari penelusuran, ternyata pembayaran PBB yang ia lakukan hanya tercatat untuk tanah, bukan tanah dan bangunan seperti yang tertera pada appraisal.
“Di appraisal ada semua foto-fotonya. Jadi ada selisih yang harus dibayar lagi. Saya curiga, kenapa bisa seperti ini? Apakah ada kesengajaan dari pihak Bank?” ucapnya.
Wahyu mengaku kerugian yang ia tanggung kini mencapai lebih dari Rp180 juta, termasuk biaya tambahan setelah lelang.
“Harapan saya uang dikembalikan. Saya tidak mau ribut, tapi kalau disuruh menggugat perdata saya keberatan, karena proses panjang dan biaya mahal. Saya hanya ingin masalah ini diselesaikan secara baik-baik. Saya merasa ditipu dan terjebak dalam masalah yang bukan kesalahan saya,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Bank BNI Batam yang nomor kontaknya diberikan Wahyu juga belum menjawab konfirmasi terkait keluhan pembeli lelang tersebut. (*)